Presiden Myanmar Thein Sein, setelah hampir
satu tahun kekerasan sektarian meledak, baru Senin kemarin Ia
bersumpah bahwa pemerintahnya akan melakukan segala sesuatu yang dapat
melindungi hak-hak minoritas Muslim yang hidup di negara yang didominasi Buddha.
Pemerintahan Thein Sein, yang mulai berkuasa
pada 2011, telah banyak dikritik karena tidak cukup berbuat untuk melindungi
Muslim atau menghentikan kekerasan dari bentrokan antara etnis Rakhine Buddha
dan Muslim Rohingya di tahun lalu.
Human Rights Watch menuduh pemerintah –
termasuk para biksu Budha, politisi lokal, pejabat pemerintah, dan pasukan
keamanan negara – mengobarkan kampanye terorganisir “pembersihan etnis”
terhadap umat Islam. Sejauh ini, ratusan orang telah tewas dan lebih dari
135.000 orang telah mengungsi meninggalkan rumah mereka.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi
negara, Senin, Thein Sein berjanji “Pemerintah akan mengambil semua tindakan
yang diperlukan untuk menjamin hak-hak dasar Muslim di negara bagian
Rakhine, dan untuk mengakomodasi kebutuhan dan harapan rakyat Rakhine.”
“Agar kebebasan beragama terjadi , harus ada
toleransi dan saling menghormati antara pemeluk agama yang berbeda, dengan
begitu akan mungkin untuk hidup berdampingan secara damai.”ujarnya
Dalam pidatonya, pemimpin Myanmar juga
mengumumkan ia akan melaksanakan rekomendasi dari sebuah tim yang ditunjuk
pemerintah secara khusus yang dibentuk tahun lalu untuk menyelidiki penyebab
konflik.
Muslim Rohingya yang tinggal di negara bagian
Rakhine secara luas mereka pandang sebagai penyusup asing – imigran ilegal dari
tetangga Bangladesh yang sebagian besar ditolak kewarganegaraan meskipun banyak
dari mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
Thein Sein mengatakan pemerintahannya akan
“mengambil langkah-langkah keamanan yang diperlukan untuk mencegah imigrasi
ilegal,” dan “akan berurusan dengan isu-isu kewarganegaraan yang terkait,”
meskipun ia tidak memberikan rincian tentang bagaimana.
Thein Sein, walau begitu , ia telah dipuji
oleh Barat untuk membuat langkah transisi menuju demokrasi, ia juga mengatakan
bahwa meskipun kebebasan berbicara adalah inti dari demokrasi, “beberapa orang
menyalahgunakan hak ini dengan pidato yang dimaksudkan untuk memprovokasi,
menyebabkan ketakutan dan menyebar kebencian, sehingga memperburuk konflik
antara komunitas agama yang berbeda. ”
Dalam beberapa bulan terakhir, kampanye
Buddha disebut “969″, yang mendesak umat Buddha untuk berbelanja hanya di
toko-toko Buddhis dan menghindari menikah, menyewa atau menjual rumah atau
lahan mereka kepada umat Islam, telah menyebar dengan cepat di seluruh bangsa.
Aktivis hak asasi manusia mengatakan itu telah menjadi bahan bakar kekerasan
anti-Muslim. (Arby/Dz/eramuslim)
Post a Comment